Khozin Nilai Putusan MK Soal Pemilu Lokal-Nasional Paradoks!

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Polkam – Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin melontarkan kritik keras terhadap putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah dengan jeda waktu hingga 2,5 tahun.
Ia menyebut putusan tersebut bersifat paradoks dan menabrak batas kewenangan konstitusional MK sendiri.
“MK seharusnya konsisten dengan Putusan 55 yang sebelumnya sudah menyatakan bahwa model keserentakan pemilu bukan kewenangan MK. Itu domain pembentuk undang-undang,” tegas Khozin di Jakarta, Jumat (27/6/2025).
Dulu Buka 6 Opsi, Kini MK Putuskan Satu Saja
Menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, sebelumnya MK pernah memberikan enam model keserentakan pemilu dalam Putusan 55/PUU-XVII/2019. Namun, kini MK justru secara sepihak menetapkan satu model dengan jadwal berbeda antar-pemilu.
“Ini paradoks! Dulu memberikan pilihan, sekarang malah membatasi. Padahal UU Pemilu belum diubah,” kata Khozin dengan nada tegas.
Khozin: MK Tidak Boleh Lompat Pagar!
Lebih lanjut, Khozin menegaskan bahwa putusan MK kali ini berpotensi mencampuri ranah legislatif. Ia mengutip pertimbangan hukum angka 3.17 dalam Putusan 55, yang menyebut MK tidak berwenang menentukan model keserentakan pemilu.
“Putusan itu sudah cukup jelas. MK menyadari bahwa model keserentakan adalah wilayah pembentuk UU. Tapi sekarang, kok malah menentukan sendiri modelnya?” ujarnya dengan nada heran.
Putusan MK Pisahkan Pemilu Nasional dan Lokal
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, yang secara tegas menyatakan pemilu nasional dan pemilu lokal dipisahkan dengan jarak waktu antara dua tahun hingga dua setengah tahun.
📌 Pemilu nasional mencakup:
– Pemilihan Presiden & Wakil Presiden
– DPR RI
– DPD RI
📌 Pemilu daerah mencakup:
– DPRD Provinsi
– DPRD Kabupaten/Kota
– Kepala dan Wakil Kepala Daerah
Putusan tersebut dibacakan langsung oleh Ketua MK Suhartoyo dalam Sidang Pleno MK di Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Parlemen Bakal Respons Keras?
Meski belum ada sikap resmi Komisi II DPR secara kolektif, pernyataan Khozin diyakini mewakili keresahan sebagian kalangan di parlemen yang menilai MK mulai melebar dari fungsinya.
“Urusan teknis keserentakan adalah ranah politik dan pembentuk UU, bukan meja hakim konstitusi,” tutup Khozin.
Dunia | 5 hari yang lalu
Politik | 1 hari yang lalu
Hukum | 5 hari yang lalu
Hukum | 6 hari yang lalu
Politik | 3 hari yang lalu
Keamanan | 5 hari yang lalu
Parlemen | 4 hari yang lalu
Nasional | 6 hari yang lalu
Parlemen | 6 hari yang lalu