Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Webinar LIRA–BRIMA–UNTIRTA: Satgas Anti Premanisme Jangan Jadi Lip Service!

Laporan: Tim Redaksi
Jumat, 27 Juni 2025 | 22:47 WIB
Para pembicara di Webinar bersama LIRA-BRIMA-UNTIRTA membahas  Satgas Anti Premanisme dan Ormas Bermasalah- Tangkapan Layar -
Para pembicara di Webinar bersama LIRA-BRIMA-UNTIRTA membahas Satgas Anti Premanisme dan Ormas Bermasalah- Tangkapan Layar -

RAJAMEDIA.CO - Jakarta, Polkam – Wacana pembentukan Satgas Anti Premanisme dan Ormas Bermasalah kembali jadi sorotan. 
 

Dalam sebuah webinar kolaboratif yang digelar LIRA, BRIMA, Universitas Mathla’ul Anwar, dan Laboratorium Ilmu Pemerintahan UNTIRTA, Jumat (27/6), para narasumber menyuarakan kritik tajam atas pendekatan negara yang dinilai belum menyentuh akar persoalan.
 

LIRA Bongkar Stigma Negara: “Ormas Bukan Kambing Hitam!”
 

Presiden LIRA, Andi Syafrani, tampil menyengat. Ia menyebut negara kerap keliru dalam memahami relasi antara tindakan kekerasan dan identitas ormas.
 

“Premanisme adalah tindakan, bukan identitas. Tidak semua kekerasan lahir dari ormas, dan tidak semua ormas menyemai kekerasan,” tegas Andi.
 

Ia mengkritik keras model pendekatan reaktif negara melalui Satgas yang justru menyuburkan stigmatisasi kolektif, padahal ormas seperti Mathla’ul Anwar dan LIRA terbukti aktif membangun masyarakat.

Satgas Tanpa Ukuran: Publik Dibikin Bingung
 

Andi mempertanyakan urgensi dan struktur Satgas yang dinilainya tidak memiliki indikator keberhasilan yang terukur.
 

“Apakah semua ormas harus terdaftar untuk diakui negara? Apa fungsi konkret Satgas ini di tengah menjamurnya satgas-satgas lain? Bagaimana publik bisa menilai akuntabilitas mereka?” tanyanya retoris.
 

Diskriminatif dan Tak Setara: Ada Ormas Sultan, Ada Ormas Marjinal
 

Andi juga menyentil fakta bahwa dari 617 ribu ormas yang terdaftar, banyak yang terjebak dalam tumpang tindih kelembagaan dan tidak mendapat perlakuan yang adil dari negara.
 

“Ada ormas yang diberi ruang, dana, dan akses politik. Tapi yang lain dicurigai, disingkirkan, tanpa proses yang adil,” ucapnya. “Keadilan tidak mengenal kasta ormas!”
 

Refleksi Tajam Para Narasumber: Jangan Lagi Ada Satgas Gertak Sambal
 

Direktur BRIMA, Asep Rohmatullah, menyindir keras:
“Jangan sampai Satgas hanya jadi lip service: ramai di awal, senyap di akhir!”
 

Sementara itu, Budi Arwan dari Ditjen Polpum Kemendagri menekankan perlunya sinkronisasi antar-kementerian dan pembinaan lintas sektor yang melibatkan Kemenag, pemda, hingga masyarakat sipil.
 

YLBHI: Ganti Frasa 'Badan Hukum' dengan 'Terdaftar'
 

Ketua YLBHI, Muhamad Isnur, mendorong perubahan regulasi agar ormas tak tersandera oleh status badan hukum yang menyulitkan legalitas. Ia menilai istilah “terdaftar” jauh lebih inklusif dan menjamin akses hukum.
 

“Premanisme itu relasi kekuasaan informal. Negara kadang tutup mata, bahkan membiarkannya,” tegas Isnur.
 

Ali Nurdin: Belajar dari Kolombia, Rehabilitasi Lebih Manusiawi
 

Wakil Rektor I Universitas Mathla’ul Anwar, Dr. H. Ali Nurdin, menyoroti akar historis premanisme dari zaman kerajaan hingga masa kini. Ia mengusulkan pendekatan rehabilitatif seperti yang diterapkan Kolombia: pelatihan, pemberdayaan, dan akses ekonomi untuk eks pelaku kekerasan.
 

Kesimpulan: Negara Jangan Jadi Wasit yang Berat Sebelah!

 

Webinar ini menyepakati:
1. Satgas harus punya indikator kinerja
2. Premanisme bukan sekadar kriminalitas, tapi gejala sosial
3. Regulasi ormas perlu disederhanakan
4. Negara harus adil dan reflektif, bukan represif

 

Prsiden LIRA Andi Syafrani menutup:
 

“Ormas adalah bagian dari demokrasi. Mereka bukan ancaman. Negara demokratis harus merangkul, bukan memburu!”rajamedia

Komentar: