Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Sub Kontraktor

Oleh: Dahlan Iskan
Selasa, 25 Juli 2023 | 05:33 WIB
Jalan Tol Solo-Yogyakarta seksi 1 Ruas Kartosuro, Solo -Kementerian PUPR-
Jalan Tol Solo-Yogyakarta seksi 1 Ruas Kartosuro, Solo -Kementerian PUPR-

RAJAMEDIA.CO - Disway - Bangun. Jual. Bangun lagi. Jual lagi.

 

Orang sudah mulai ketagihan jalan tol. Orang mulai mimpi kapan ada jalan tol Bandung-Tasikmalaya.

Atau Tegal-Banyumas. Purwokerto-Yogya. Siantar-Balige. Banjarmasin-Barabai. Pontianak-Mempawah. Makassar-Parepare. Bahkan Mataram ke Timur. Surabaya-Bojonegoro. Kudus-Rembang. Dan banyak lagi.

Bahkan tol dalam kota seperti dari Surabaya Timur ke Surabaya Barat.

Maka tidak ada jalan lain kecuali ide lama dilaksanakan. Tol yang sudah jadi segera dijual. Hasilnya untuk membangun tol yang baru.

Sekalian agar perusahaan BUMN grup Karya bisa punya uang. Bisa sekalian untuk membayar sub kontraktor yang kini banyak menjerit-nyeri. 

Rasanya rakyat sudah tidak sabar dengan kemacetan. Sub kontraktor juga tidak kuat lagi kalau tidak dibayar. Sudah terlalu lama. Maka di samping menekan perusahaan BUMN untuk membangun jalan tol mereka juga harus didorong untuk mempercepat penjualan tol yang sudah jadi.

PT Hutama Karya yang mendapat penugasan membangun jalan tol di Sumatera sudah melakukan bangun-jual itu. Tapi untuk anggota grup Karya yang lain masih banyak hambatan.

Salah satunya: sulit cari pembeli. Harga yang ditawarkan terlalu mahal. 

Dulu saya memang berharap agar jalan-jalan tol itu bisa segera dibeli oleh SWF. Waktu itu pemerintah memberikan angin yang sangat surgawi: begitu banyak negara yang berkomitmen untuk menaruh uang di SWF Indonesia.

Sampai akhir tahun 2022 Lembaga Pengelola Investasi, yang lebih dikenal dengan istilah SWF, atau di Indonesia disebut INA ( Indonesia Investment Authority), baru punya aset Rp 100 triliun. 

Itu pun masih banyak yang ditanam dalam bentuk deposito dan di lembaga keuangan. Belum berani lebih banyak untuk membeli infrastruktur seperti jalan tol. Sudah ada. Lewat Hutama Karya. Tapi belum banyak ke Karya yang lain.

Itu karena INA juga harus mengejar laba. Tahun lalu labanya mencapai Rp2,62 triliun.

Investasi di ekuitas lembaga keuangan mencapai Rp 64,21 triliun. Dalam bentuk deposito Rp 10 triliun. Itu saja sudah Rp 74 triliun.

Tentu bukan tujuan INA untuk berbisnis keuangan. Maka Karya perlu lebih gigih meyakinkan INA untuk membeli jalan-jalan tol yang sudah jadi. Para Sub kontraktor pun punya harapan untuk dibayar.

Pasti ada jalan. Para manajer pendanaan begitu banyak. Yang lokal maupun yang global. Maka para manajer dana itu bisa memberikan usulan jalan keluar terbaik. Agar jalan-jalan tol yang sudah jadi bisa cepat terjual. Jalan tol baru bisa segera dibangun. Sub kontraktor bisa dibayar. Ekonomi berputar.rajamedia

Komentar:
BERITA LAINNYA
Dahlan Iskan ketika antre naik speed boat dari Nusa Lembongan balik ke Bali.--
Arus Kuat
Kamis, 19 September 2024
Ekspresi anjing yang viral di medsos ketika melihat debat Donald Trump vs Kamala Harris.--
Pemakan Anjing
Rabu, 18 September 2024
Ilustrasi logo Perkumpulan Swadaya Masyarakat Rantau Melayu.--
Bangsa Keturah
Selasa, 17 September 2024
Prof Sutiman (kanan) bersama Dahlan Iskan.--
Nano Sutiman
Senin, 16 September 2024
Dahlan Iskan di Cofiesta, Galaxy Mall 3, Surabaya.-HARIAN DISWAY-
Kopi Bahagia
Minggu, 15 September 2024
Wajah baru Hotel Bali Beach dan The Meru. [Foto: Disway]
Wajah Baru
Sabtu, 14 September 2024