Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Sesar Cimandiri Tergolong Aktif, Ini Saran Dari Pakar ITB

Laporan: Tim Redaksi
Rabu, 23 November 2022 | 18:16 WIB
Kerusakan akibat gempa Cianjur/Foto: Kompas
Kerusakan akibat gempa Cianjur/Foto: Kompas

Raja Media (RM), Keamanan - Gempa berkekuatan 5.6 SR mengguncang Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada Senin (21/11) penyebabnya adalah Sesar Cimandiri.

Demikian disampaikan Dekan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB, Irwan Meilano dilansir dari laman jabarprov, Rabu (23/11).

Pusat gempa berada di daratan di kedalaman 10 km dan tidak berpotensi menimbulkan tsunami.

“Menurut beberapa data yang didapatkan saat ini serta melihat gempa susulan dan kerusakan yang terjadi, penyebab gempa ini adalah Sesar Cimandiri yang membujur dari Teluk Pelabuhan Ratu sampai sekitar Padalaran," ujarnya.

Hal senada  peranah disampaikan Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati terkait penyebab gempa Cianjur.

Menurut Irwan Sesar Cimandiri tergolong sesar aktif.

Sesar merupakan bidang rekahan yang disertai dengan adanya pergeseran, mengalami retakan, atau memiliki celah.

“Pada sesar ini terdapat akumulasi tegangan tektonik yang menjadi gaya penerus gempa. Jika ditilik melalui pendekatan geologi, juga menunjukkan hal yang serupa," ujarnya.

"Sesar ini termasuk sumber gempa yang independen dan tidak dipengaruhi oleh gempa-gempa sebelumnya sehingga terdapat potensi gempa yang signifikan terjadi di masa depan,” sambungnya.

Irwan menyebut, kejadian gempa bukan kali pertama pergerakan Sesar Cimandiri. Hal yang sama pernah terjadi gempa berkekuatan serupa di tahun 1970-an.

“Ada pembelajaran yang bisa dipetik dari bencana. Concern utama berada di pemerintah dan pemda, perlu ada upaya untuk memahami bahwa daerah tersebut memiliki potensi gempa," ujarnya.

'Penataan ruang dan kaidah pembangunan yang dilakukan tiap daerah harus disesuaikan dengan struktur geologinya serta jaraknya dari sumber gempa. Selain itu, masyarakat juga harus melek literasi dan pengetahuan bahwa mereka tinggal di daerah yang rawan gempa sehingga mitigasi dapat dilakukan,” sambungnya.

Ketika bencana telah terjadi, terdapat waktu (golden time) untuk evakuasi yang hanya berkisar rata-rata 30 menit setelah gempa bumi.

Kata Irwan, hal yang dapat dilakukan setelah bencana terjadi adalah memberikan respons yang terbaik.

"Kita harus belajar dari Jepang dalam memanfaatkan golden time ini. Rumah sakit darurat, pengungsian sementara, air dan sanitasi yang baik, mulai dipersiapkan sekarang. Jika hanya fokus pada yang terluka, lantas mengesampingkan hal-hal vital yang harus dipersiapkan, maka orang yang selamat pun dapat menjadi korban selanjutnya," demikian Irwanrajamedia

Komentar: