Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Pendidikan Politik Kaum Gen-Zi, Dari Smartphone menuju Smartvoter

Oleh: Musoffa, SHI, M.Pd.*
Jumat, 03 November 2023 | 11:30 WIB
Ilustrasi generasi Z (Foto: SHUTTERSTOCK).
Ilustrasi generasi Z (Foto: SHUTTERSTOCK).

RAJAMEDIA.CO - Opini - Generasi Z atau yang sering disebut sebagai generasi Post-Milenilal atau Information Generation (iGeneration) adalah remaja yang lahir diawal tahun 1995-2000-an. Sejak bayi, generasi Z terbiasa dengan keberadaan dan manfaat teknologi.

Smartphone sudah menggantikan mainan tradisional, kehadiran ponsel pintar sama pentingnya dengan kehadiran orang tua mereka sendiri ini.

Tantangan yang dihadapi oleh generasi Z seperti maraknya berita bohong (fake news), radikalisme dalam institusi pendidikan, politisasi isu SARA, gaya hidup konsumtif, pornografi dan cyber bullying.

Hal ini berdampak kepada perilaku politik kaum gen-zi. Informasi seputar politik yang masuk secara sporadis dan tak terkontrol membuat generasi gen-zi tidak peduli dengan persoalan politik.

Data dari EACEA (2012) menyebutkan generasi ini relative sangat sedikit yang mau bergabung dalam partai politik (Juditha & Darmawan, 2018; Meilinda et al., 2019; Rafinda & Nurmina, 2019). Mereka juga cenderung memilih menjadi warganegara yang tidak ikut menggunakan hak pilih mereka dalam Pemilu (Juditha & Darmawan, 2018; Sofyaningsih, 2014).

Pirie dan Worcester (1998) juga mengatakan generasi ini sering mengalami putus hubungan dengan komunitasnya serta tidak berminat pada proses dan persoalan politik. Mereka juga memiliki tingkat kepercayaan yang rendah pada politisi serta sinis terhadap berbagai lembaga politik dan pemerintahan (Haste & Hogan, 2006). Bahkan tak sedikit pelajar yang telah memiliki hak pilih sebagai pemilih pemula, menggadaikan suara dengan iming-iming politik uang.

Tentu saja, kondisi ini sangat tidak baik bagi perkembangan demokrasi Indonesia disaat partisipasi politik mereka sangat dibutuhkan untuk menentukan nasib bangsa dimasa yang akan datang. Disisi lain, ada perubahan besar dalam landscap demografi Indonesia, dimana jumlah pemilih muda mencapai 56,45 persen dari total pemilih.

Untuk itulah dibutuhkan upaya dan strategi yang cepat dan tepat untuk meningkatkan kesadaran dan literasi politik generasi Gen-zi ini.

Membangun kesadaran politik generasi Z bukan hal yang mudah. Tentu saja harus melalui sebuah proses panjang dan berkelanjutan. Jalur pendidikan bisa menjadi salah satu cara, dengan mengintegrasikan Pendidikan politik pada mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan maupun ekstrakulikuler yang ada di sekolah.

Namun demikian, pendidikan politik secara konvensional melalui pembelajaran ruang kelas tidak relevan dengan karakter kaum Gen-Zi dan harus dirumuskan cara sesuai dengan karakteristik dari generasi yang sedang dibangun agar hasil diperoleh maksimal.

Cara lain yang bisa dilakukan dan sesuai dengan karakterisktik Gen-Z adalah dengan memaksimalkan media sosial sebagai sarana pendidikan untuk meningkatkan literasi politik Generasi ini. Penelitian yang dilakukan pada pemilu 2019, lalu terhadap kaum Gen-Z ini, terdapat tiga sumber yang paling berpengaruh dalam mendapat informasi pemilu.

Media sosial menjadi urutan pertama sebagai sumber untuk mendapatkan informasi Calon Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu 2019 dengan angka sekitar 95 persen atau 57 responden, diikuti televisi dengan angka 73,3 persen atau 44 responden, keluarga 48,3 persen atau 29 responden dan lain-lainnya. Ahmad Nurcholis & Tri Rizki Putra (2020).

Selain itu, menurut Mcgraw, hill dictionary media sosial adalah medium di internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain membentuk ikatan sosial secara virtual.

 Dalam media sosial, tiga bentuk yang merujuk pada makna bersosial adalah pengenalan (cognition), komunikasi (communicate) dan kerjasama (cooperation). Muhammad Akbar Ariandi (2023:227)

Fakta ini semakin meyakinkan kita bahwa media sosial adalah sarana yang paling kuat dalam membentuk perilaku remaja saat ini. Media sosial berperan penting terhadap berbagai fenomena dan dinamika yang terjadi dan membuat perubahan mendasar pada perilaku generasi muda dalam bermain, bekerja, belajar dan berinteraksi termasuk budaya politk yang baik yang benar-benar baru dimana generasi Y dan Z hidup dan melestarikannya.

Untuk bisa mencapai target pendidikan politik sebagaimana yang diharapkan, kualitas konten yang diciptakan untuk pendidikan politik harus sekereatif dan semenarik mungkin dengan memahami jenis konten yang paling disukai oleh kalangan Gen-Z.

Dalam Teori Stimulus Organisme Respon (SOR) proses komunikasi, berkaitan dengan perubahan sikap adalah aspek how bukan what atau why. Teori ini mendefinisikan how to communicate atau dalam hal ini how to change the attitude. Dalam proses perubahan sikap, terlihat bahwa sikap bisa berubah, hanya jika dorongan yang menerpa benar-benar melebihi semula.

Dalam memahami sikap yang baru ada, tiga variabel yang penting yaitu perhatian, pengertian, dan penerimaan. Hal mendasar dalam teori ini lebih kepada pesan yang disampaikan mampu memberikan motivasi, menumbuhkan gairah kepada individu sehingga individu cepat menerima pesan yang didapat dan selanjutnya terjadi perubahan sikap perilaku. Unsur penting dalam model Teori SOR itu ada tiga yaitu: Pesan (Stimulus, S), Individu (Organisme, O) dan Efek (Respon, R). Ahmad Nurcholis & Tri Rizki Putra (2020:198-199)

Dalam hal ini, IDN Research Institute 2022 bersama Populix melakukan riset untuk memahami lebih jauh Gen-Z di Indonesia. Salah satu aspek yang disorot adalah konsumsi media dan topik favorit mereka. Hasil penelitian ini menunjukkan Gen-Z Lebih memilih konten hiburan dan gaya hidup dibanding hard news.

Hal yang sama disebutkan dalam modul Pendidikan Politik Generasi Muda dengan Pendekatan Budaya Popular, yang diterbitkan KPU Indonesia 2022, bahwa comedy merupakan konten yang paling diburu oleh Gen-Z.

Konten comedy yang menyajikan hiburan bagi Gen-Z seperti stand up comedy, parodi, dumbing, meme, prank, lelucon sampai sindiran satir. Dan perlu digaris bawahi, bagi generasi ini, Media sosial sudah menjadi budaya sendiri.

Media sosial bukan hanya sekedar teknologi informasi, tetapi sudah bertransformasi sebagai ruang rekreasi, kolaborasi, eksistensi, aktualisasi dan apreasiasi. Oleh karenanya, konten informasi yang disajikan harus lebih padat, cepat, singkat, menarik, menghibur dan tidak membosankan.

Hal lain yang bisa dilakukan terkait pendidikan politik di media sosial sebagaimana dikutip dari Modul KPU Indonesia (2022) adalah membentuk kemitraan yang luas dengan para penggiat media sosial untuk menemukan cara inovatif dalam membangun pengetahuan dan kapasitas politik kaum Gen-Z seperti infulenzer, dll.

Selain itu, Organisasi masyarakat sipil dan semua pihak memlengkapi kaum muda dengan keterampilan untuk mendeteksi propaganda ekstremis, membuat keputusan berdasarkan informasi, dan mempertanyakan legitimasi konten menghasut SARA.

Inisiatif pendidikan kewarganegaraan apa pun di zaman ini juga harus bertujuan untuk mendidik generasi muda tentang cara menemukan berita palsu dan mengidentifikasi ujaran kebencian di media sosial.

Penulis adalah Dosen STAI Nurul Hidayah Lebak Jaha, Malingping, Lebak, Bantenrajamedia

Komentar:
BERITA LAINNYA