Poster Kongres Muhammadiyah 1931: Seni Art Deco, Semangat Anti-Kolonial!

RAJAMEDIA.CO - Yogyakarta, Muhammadiyah – Sebuah poster lawas kembali menembus ruang dan waktu. Poster Kongres Muhammadiyah ke-20 tahun 1931 yang digelar di Yogyakarta mendadak menjadi sorotan internasional setelah akademisi terkemuka Amerika Serikat, Prof. Mark Woodward, mengulasnya melalui akun Facebook pribadinya, Senin (12/5).
Poster yang semula hanya dianggap sebagai materi kampanye organisasi keagamaan, kini diangkat sebagai artefak seni perlawanan yang elegan.
Dalam pandangan Woodward—Research Professor di Center for the Study of Religion and Conflict, Arizona State University—poster itu adalah mahakarya Art Deco khas Indonesia yang menyimpan kode politik anti-kolonial.

Diponegoro, Kauman, dan Pesan Tersembunyi untuk Penjajah
Di tengah komposisi desain yang halus, terdapat sosok Pangeran Diponegoro, pahlawan tanah Jawa yang memimpin perlawanan terhadap Belanda (1825–1830), digambarkan dengan tangan menunjuk ke arah Masjid Gedhe Kauman, titik nol sejarah Muhammadiyah.
"Itulah simbol perlawanan cerdas: perjuangan fisik Diponegoro diteruskan menjadi perjuangan intelektual, spiritual, dan sosial oleh Muhammadiyah," tulis Woodward, mengutip laman muhammadiyah.or.id.
Gestur itu bukan ilustrasi biasa. Ia adalah isyarat politik halus bahwa jihad kemerdekaan tidak mati, hanya berganti medan.
Seni yang Melewati Sensor Penjajahan
Yang menarik, simbol-simbol itu lolos dari pengawasan aparat kolonial Belanda. Poster tetap beredar luas, kongres berjalan mulus, dan pesan tersampaikan ke jutaan umat tanpa hambatan.
Ini menandai kecanggihan strategi dakwah Muhammadiyah: menyampaikan pesan perlawanan melalui bahasa budaya dan estetika, tanpa harus frontal melawan kekuasaan.
Muhammadiyah: Dari Kauman ke Dunia
Didirikan pada 1912 di Yogyakarta, Muhammadiyah telah menjelma menjadi kekuatan modernisasi Islam. Jaringannya kini menembus benua: dari Australia, Mesir, Malaysia, Singapura, hingga Belanda, Jerman, Inggris, dan Amerika Serikat.
Kongres ke-20 tahun 1931 bukan sekadar forum organisasi, melainkan titik balik bahwa Islam dapat tampil modern, rasional, dan nasionalis, bahkan di bawah bayang-bayang penjajahan.
Poster Itu Kini Menjadi Warisan Perjuangan
Ulasan Woodward menjadi pengingat bahwa seni bukan sekadar hiasan. Dalam konteks perlawanan, ia bisa menjadi senjata kebudayaan yang senyap namun tajam.
"Poster ini adalah perpaduan iman, estetika, dan semangat kebangsaan," simpul Woodward.
Kini, nyaris satu abad kemudian, pesan dalam poster itu tetap relevan: bahwa kemerdekaan adalah perjuangan terus-menerus, dan Muhammadiyah adalah lentera yang menuntunnya.
Politik | 5 hari yang lalu
Dunia | 3 hari yang lalu
Hukum | 4 hari yang lalu
Politik | 4 hari yang lalu
Parlemen | 6 hari yang lalu
Daerah | 4 hari yang lalu
Keamanan | 3 hari yang lalu
Hukum | 6 hari yang lalu
Parlemen | 3 hari yang lalu