Perang Badar dan Indonesia Hari Ini

RAJAMEDIA.CO - SEJARAH selalu punya cara sendiri untuk berbicara kepada kita. Termasuk Perang Badar. Peristiwa 1.400 tahun lalu itu seakan datang lagi. Bukan dalam bentuk pedang dan tombak. Tapi dalam wajah baru: perjuangan membangun bangsa.
Perang Badar itu berat. Berat sekali. Jumlahnya? Hanya 313 orang. Lawannya? Seribu lebih. Persenjataannya? Tidak sebanding. Tapi menang.
Bagaimana bisa?
Karena mereka punya tiga hal: iman, strategi, dan persatuan.
Sekarang, kita lihat Indonesia. Apa yang kita hadapi?
Masalah ada di mana-mana. Ekonomi masih terseok-seok. Korupsi seperti tidak ada habisnya. Polarisasi politik makin tajam.
Maka, saya jadi teringat Perang Badar. Bisa tidak kita menang melawan tantangan ini?
Iman: Jujur Itu Langka
Perang Badar membuktikan bahwa iman bisa mengalahkan kekuatan materi. Pasukan kecil bisa menang kalau mereka yakin dan teguh.
Tapi lihatlah hari ini. Kejujuran jadi barang langka. Banyak orang pintar, tapi kurang amanah. Banyak pejabat berpendidikan tinggi, tapi korupsi masih marak.
Seorang Umar bin Khattab pernah berkata:
"Jika kejujuran hilang, maka tunggulah kehancuran suatu bangsa."
Maka, kalau kita ingin Indonesia menang, mulailah dari satu hal: kejujuran.
Strategi: Jangan Jalan di Tempat
Perang Badar itu menang bukan cuma karena iman. Tapi juga karena strategi.
Rasulullah SAW tidak asal maju. Beliau memilih posisi terbaik. Mengatur pasukan dengan cermat. Bahkan sebelum perang dimulai, beliau turun langsung melihat situasi medan.
Sekarang? Banyak pemimpin yang merasa cukup dengan rapat-rapat di ruangan ber-AC. Kebijakan dibuat tanpa melihat realitas di lapangan. Hasilnya? Jalan di tempat.
Padahal, kata Sun Tzu dalam The Art of War:
"Strategi tanpa taktik adalah jalan paling lambat menuju kemenangan."
Indonesia butuh strategi baru. Bukan sekadar janji politik.
Jangan Sibuk Saling Menjatuhkan
Salah satu alasan kemenangan di Badar adalah persatuan. Para sahabat tidak berebut posisi. Tidak sibuk berdebat soal siapa yang lebih hebat.
Bandingkan dengan kita hari ini.
Semua berebut kekuasaan. Saling menjatuhkan. Saling mencari celah untuk menyerang. Bukan lagi adu gagasan, tapi adu fitnah.
Padahal, Bung Karno sudah mengingatkan kita:
"Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Perjuangan kalian lebih sulit karena melawan bangsa sendiri."
Kalau kita ingin menang, maka persatuan adalah kuncinya.
Bukan Bulan Malas
Perang Badar terjadi di bulan Ramadan. Tapi mereka tidak menjadikan puasa sebagai alasan untuk bermalas-malasan.
Lihat hari ini. Ramadan sering dianggap bulan libur. Produktivitas turun. Banyak yang beralasan lemas.
Padahal, kalau sahabat Nabi saja bisa berperang di bulan Ramadan, kenapa kita tidak bisa bekerja lebih giat?
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah pernah berkata:
"Ramadan bukan bulan istirahat, tetapi bulan perjuangan."
Akhir Kata
Perang Badar adalah pelajaran besar. Bukan sekadar cerita heroik. Tapi peta jalan menuju kemenangan.
Kalau kita ingin Indonesia menang melawan kemiskinan, korupsi, dan perpecahan, maka pelajaran dari Badar itu harus kita terapkan: Jujur, cerdas dalam strategi, dan bersatu.
Kalau tidak? Ya, kita akan terus begini-begini saja.
Ramadan adalah bulan kemenangan. Tapi kemenangan tidak datang dengan sendirinya. Harus diperjuangkan.
Kita mau menang? Atau terus bertarung tanpa arah?
Nasional | 2 hari yang lalu
Ekbis | 6 hari yang lalu
Hukum | 1 hari yang lalu
Politik | 1 hari yang lalu
Hukum | 3 hari yang lalu
Hukum | 2 hari yang lalu
Hukum | 2 hari yang lalu
Daerah | 6 hari yang lalu
Nasional | 3 hari yang lalu