Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Lapar Sementara, Rakus Sampai Kapan?

Seri - 10

Oleh: H. Dede Zaki Mubarok
Minggu, 09 Maret 2025 | 04:03 WIB
Ilustrasi -
Ilustrasi -

RAJAMEDIA.CO - LAPAR itu berat. Haus juga.
 

Tapi hanya sementara.
 

Nanti magrib, semua selesai. Segelas teh manis. Sepiring nasi hangat. Lengkap dengan lauk pauk.
 

Tapi di luar sana?
 

Ada yang tidak tahu kapan bisa makan lagi. Bukan karena puasa. Tapi karena miskin.
 

Puasa mengajarkan kita empati. Tapi, apakah pejabat kita juga belajar?
 

Lapar itu membuat kita mengerti. Bahwa makan itu bukan hak yang semua orang bisa dapat dengan mudah.
 

Tapi kenapa pejabat kita tidak pernah belajar dari lapar?
 

Mereka bisa berbuka di hotel mewah. Dengan hidangan mahal. Dengan anggaran yang entah dari mana.
 

Di sisi lain, rakyat harus antre bantuan sosial.
 

Pejabat semakin kaya. Sementara masih ada anak kecil yang berbuka dengan air putih dan garam.
 

Kata Ali bin Abi Thalib:

"Jika engkau kenyang, lihatlah sekelilingmu. Mungkin ada yang kelaparan dan butuh uluran tanganmu."
 

Tapi pejabat kita justru melihat koleksi mobil mewahnya.
 

Korupsi tetap jalan. Uang negara tetap dikuras. Kemiskinan tetap dibiarkan.
 

Mereka tidak lapar. Tapi tetap rakus.
 

Puasa itu sabar. Sabar menunggu waktu berbuka. Sabar menahan haus.
 

Tapi ada yang tidak bisa sabar: para koruptor.
 

Gaji mereka besar. Fasilitas sudah lengkap. Tapi tetap ingin lebih.
 

Duit rakyat diambil. Proyek dikorupsi. Dana bansos dikurangi.
 

Kata Imam Al-Ghazali:
 

"Puasa bukan hanya menahan perut dan tenggorokan, tetapi juga menahan mata, telinga, dan hati dari hal yang sia-sia."
 

Tapi pejabat kita?
 

Matanya tetap lapar melihat anggaran negara.
 

Telinganya tuli terhadap keluhan rakyat.
 

Hatinya tetap keras, meski tiap tahun ikut puasa.
 

Jika Ramadan hanya soal menahan lapar dan haus, maka bedanya apa dengan diet?
 

Jika setelah Ramadan semua kembali seperti biasa, lalu apa yang kita pelajari?
 

Masjid penuh saat tarawih, tapi kosong saat subuh.
 

Pejabat rajin berbuka bersama rakyat, tapi setelah Ramadan justru menindas rakyat.
 

Politisi bicara soal kejujuran, tapi setelah menang lupa semua janji.
 

Kata Buya Hamka:

"Puasa adalah pendidikan jiwa. Jika setelah Ramadan kita kembali pada kebiasaan lama, maka kita hanya mendapat lapar dan haus, tanpa memperoleh hikmah yang sesungguhnya."
 

Jadi, Ramadan ini kita belajar apa?
 

Belajar menahan lapar? Atau belajar menahan serakah?
 

Belajar menahan haus? Atau belajar menahan rakus?
 

Lapar itu selesai saat magrib.
 

Tapi rakus? Sampai kapan?rajamedia

Komentar:
BERITA LAINNYA
Foto ilustrasi AI -
Demokrasi yang Dibelenggu Ketakutan
Senin, 15 September 2025
--
Reshuffle Kabinet Kejadian Juga
Selasa, 09 September 2025
Demo di depan Gedung DPR RI. -
Indonesia Cemas
Rabu, 03 September 2025
Presiden Prabowo Subianto saat bertemu dengan 16 Ormas Islam di Hambalang - Foto: BPMI Setpres -
Ketika Suara Moral Kehilangan Gaungnya
Senin, 01 September 2025
Ilustrasi -
Demokrasi Kita Membutuhkan Agama
Rabu, 27 Agustus 2025