Gelora Tangsel: APBN Jebol, Subsidi "Buah Simalakama" Kebijakan Alat Pencitraan
Raja Media (RM), BBMNaik - Buah simlakama dilakukan Presiden Joko Widodo ketika menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi dan non subdisi, pada Sabtu (3/9).
Alasan meringankan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), menjadi menjadi ahistoris dengan kebijakan pemerintah sendiri. Otak-atik besaran angka subsidi pada APBN dengan dalih memberikan dampak sebesar-besarnya pada kemakmuran rakyat, justeru malah membuat kantong APBN jebol.
Begitu penilaian Sekretaris Partai Gelora Indonesia, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kota Tangerang Selatan, Subkhan Agung Sulistio, dalam keterangannya, Kamis (8/9).
Subkhan menilai membengkaknya angka pemberian subsidi pada APBN adalah bentuk kegagalan pemerintahan Joko Widodo dalam menjalankan roda pemerintahan.
Pasalnya, kata Subkhan, subsidi yang diberikan oleh pemerintah harusnya berdampak pada kualitas ekonomi masyarakat dan meningkatkan produktivitas industri dalam negeri. Perlahan, pemberian subsidi tersebut memberikan dampak positif pada perekonomian Indonesia. Sehingga, kedepan besaran subsidi dapat dikendalikan bukan malah meningkat.
“Kalau kemudian besaran angka subsidi terus meningkat tiap tahunnya, jangan-jangan selama ini, pemerintah menggunakan subsidi untuk menutupi kegagalannya dalam membangun roda perekonomian rakyat. Di mana rakyat disogok dengan subsidi agar tidak menjerit meratapi nasib hidupnya,” cetus Subkhan.
Seperti diketahui sebelumnya, Presiden Joko Widodo resmi mengumumkam kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) penugasan, subsidi, hingga non subsidi, pada Sabtu (3/9) lalu.
Pengumuman kenaikan harga BBM saat itu terkesan cukup mendadak. Pasalnya, penyesuaian harga BBM diberlakukan satu jam setelah Jokowi menyampaikannya ke publik.
Kebijakan ini diambil, karena anggaran subsidi yang mencapai Rp 502,4 triliun telah membebani APBN.
Menurut Subkhan, kalau kemudian tiap tahun, besaran angka subsidi meningkat,maka, dapat diduga jika tingkat angka kemiskinan terus melonjak, akibatnya pemerintah harus terus menurus merogoh kantong untuk memberikan subsidi kepada masyarakat.
Ditegaskan Subkhan, dapat dicurigai bahwa selama ini pemberian subsidi hanya sebagai bentuk pencitraan belaka guna menutupi kegagalan pemerintah dalam membangun roda perekonomian rakyat.
“Jika benar subsidi digunakan hanya untuk pencitraan belaka. Maka pantas saja kalau saya katakan kebijakan pemberian subsidi menjadi buah simalakama bagi pemerintah. Pasalnya, rakyat sudah telanjur dininabobokan oleh subsidi guna menutupi kegagalan pemerintah dalam membangun kualitas perekonomian rakyat,” ucapnya.
Kalau kemudian masyarakat bereaksi menolak kenaikan harga BBM subsidi dan non subsidi, kata Subkhan, itu menjadi hal yang wajar. Pasalnya, selama ini masyarakat telah dimanjakan oleh subsidi.
“Lain hal jika kebijakan subsidi yang selama ini diberikan dapat meningkatkan kualitas ekonomi rakyat,” paparnya.
Sebagaimana diketahui, Jokowi telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022, tentang anggaran subsidi dan kompensasi energi.
Dalam peraturan ini, pemerintah menaikan besaran subsidi menjadi tiga kali lipat. Kenaikan subsidi untuk BBM dan LPG dari Rp77,5 triliun ke Rp149,4 triliun, serta untuk listrik dari Rp56,5 triliun naik ke Rp59,6 triliun. Kemudian, kompensasi untuk BBM dari Rp18,5 triliun menjadi Rp252,5 triliun dan kompensasi untuk listrik dari semula Rp0 menjadi Rp41 triliun.
Subkhan berharap, kedepan subsidi tidak lagi menjadi alat pencitraan belaka. Sebab, lambat laun, projek pencitraan melalui subsidi akan menjadi beban bagi APBN.
“Saya apresiasi keberanian Jokowi yang mengumumkan langsung penyesuaian harga BBM subsidi dan non subsidi. Ini menunjukan Jokowi memiliki jiwa kepemimpinan yang bertanggung jawab. Namun, saya berharap sikap keberanian Jokowi, juga ada saat dia mengambil langkah tegas dan terukur dalam menata kembali pemberian subsidi yang lebih tepat sasaran, bukan sebagai alat membangun citra di masyarakat,” demikian Subkhan.
Info Haji 4 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Parlemen | 6 hari yang lalu
Nasional | 6 hari yang lalu
Hukum | 3 hari yang lalu
Nasional | 5 hari yang lalu
Opini | 3 hari yang lalu
Opini | 4 hari yang lalu
Politik | 6 hari yang lalu
Nasional | 6 hari yang lalu