Politik

Info Haji

Parlemen

Hukum

Ekbis

Nasional

Peristiwa

Galeri

Otomotif

Olahraga

Opini

Daerah

Dunia

Keamanan

Pendidikan

Kesehatan

Gaya Hidup

Calon Dewan

Indeks

Gema Takbir Berkumandang

Oleh: H. Dede Zaki Mubarok
Senin, 31 Maret 2025 | 04:00 WIB
Ilustrasi gema takbir - Foto: Dok Kemenag -
Ilustrasi gema takbir - Foto: Dok Kemenag -

RAJAMEDIA.CO - ALLAHU Akbar. Allahu Akbar. Allahu Akbar.
 

Gema takbir mulai menggema. Dari masjid ke masjid. Dari sudut kampung sampai pusat kota. Dari corong speaker sederhana hingga siaran langsung di televisi.
 

Langit malam penuh dengan suara kemenangan.
 

Tapi, apakah kita benar-benar menang?
 

Menang dari Apa?
 

Lebaran disebut sebagai hari kemenangan.
 

Menang dari lapar dan haus?
 

Itu bukan kemenangan. Itu hanya rutinitas.
 

Menang dari hawa nafsu? Dari ego? Dari rasa dengki?
 

Itu yang seharusnya.
 

Tapi lihat ke sekeliling.
 

Masih banyak yang tak bisa menahan amarah. Masih banyak yang saling menjelekkan.
 

Kalau begitu, apakah Ramadan benar-benar mengubah kita?
 

Atau hanya menjadi jeda, lalu setelahnya kita kembali seperti biasa?
 

Takbir Itu Tanda Syukur
 

Dulu, gema takbir pertama kali berkumandang di Madinah setelah kemenangan besar.
 

Bukan kemenangan karena perang.
 

Tapi kemenangan karena ketaatan.
 

Kita bertakbir bukan karena sudah merasa sempurna.
 

Tapi karena bersyukur telah diberi kesempatan berjuang selama sebulan penuh.
 

Satu bulan melawan diri sendiri.
 

Satu bulan menahan amarah, menjaga lisan, memperbaiki hati.
 

Maka, takbir adalah simbol kesyukuran.
 

Bukan kesombongan.
 

Pesan Takbir untuk Pemimpin
 

Takbir juga mengingatkan para pemimpin.
 

Bahwa kekuasaan bukan segalanya.
 

Bahwa suara rakyat lebih utama dari sekadar kursi dan jabatan.
 

Bahwa kemenangan sejati adalah ketika keadilan ditegakkan, bukan sekadar ketika penguasa menang dalam perhitungan angka.
 

Bung Karno pernah berkata:
"Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Perjuangan kalian lebih sulit karena melawan bangsa sendiri."
 

Di tengah perbedaan, takbir mengajarkan satu hal: persatuan.
 

Bahwa setelah semua perbedaan, kita kembali sebagai satu umat.
 

Saling memaafkan. Saling merangkul.
 

Setelah Takbir Usai
 

Besok pagi, kita akan berbaris rapi.
 

Sujud bersama. Bermaaf-maafan.
 

Tapi setelah itu?
 

Apakah kita benar-benar berubah?
 

Atau hanya terjebak dalam siklus tahunan: Ramadan datang, kita terlihat baik—lalu setelahnya kembali seperti biasa?
 

Gema takbir akan berhenti.
 

Tapi semangatnya harus terus hidup.
 

Kalau setelah ini kita kembali saling menjatuhkan, maka takbir hanya menjadi suara.
 

Tanpa makna.rajamedia

Komentar:
BERITA LAINNYA
Presiden Prabowo Subianto menerima ribuan rakyat di Istana, seusai salat Idulfitri, yang disebut Gelar Griya Idulfitri 1446 H. - BPMI Setpres -
Ketika Istana Membuka Pintu
Selasa, 01 April 2025
Ilustrasi ketupat lebaran - freepik -
Ketupat Lalu Pergi
Selasa, 01 April 2025
Ilustrasi -
Besok Lebaran
Minggu, 30 Maret 2025
Ilustrasi usai salat Ied di Perumahan Serpong Estate - Repro -
Kemenangan atau Sekadar Perayaan?
Sabtu, 29 Maret 2025